Hai
Readers… Sebagai janji pada postingan sebelumnya. Saya menulis bahwa saya akan
membagikan mengenai contoh kasus pelanggaran etika. Berikut ini adalah contoh
kasus pelanggaran etika yang saya analisis dari beberapa sumber berita yaitu
media cetak.
TUGAS KELOMPOK
ANALISIS PELANGGARAN
ETIKA ORGANISASI
Oleh :
KELOMPOK 4
Devy Kartika R 21150500351
Nila Inesia 11150500502
Syarifah Putri Amalia 11150500540
Wahyu Cahya Adiputra 11150500639
Yuni Purwi Rahayu 11150500681
TUGAS KELOMPOK
ANALISIS PELANGGARAN
ETIKA ORGANISASI
Oleh :
KELOMPOK 4
Devy Kartika R 21150500351
Khoirunissa Nanda S 11150500508
Nila Inesia 11150500502
Syarifah Putri Amalia 11150500540
Wahyu Cahya Adiputra 11150500639
Yuni Purwi Rahayu 11150500681
KASUS
PELANGGARAN ETIKA
I. KASUS
PERTAMINA ENERGY TRADING LTD (PETRAL)
1.
PRAKTIK
PETRAL
Petral adalah anak perusahaan PT. Pertamina yang
mempunyai tugas melakukan ekspor dan impor minyak. Banyak analis menyebutkan
Petral adalah perusahaan sarang korupsi. Praktik rent-seeking economy terjadi
di dalam anak perusahaan Pertamina ini.
Berbagai kontroversi juga menyeruak terkait
kehadiran Petral banyak dihubungkan dengan praktik mafia minyak dan gas di
Indonesia. Petral disinyalir menjadi perpanjangan tangan pihak ketiga untuk
masuk proses pengadaan minyak. Pihak ketiga inilah yang membocorkan informasi
pengadaan minyak, memunculkan perhitungan harga, dan mengatur tender. Sebelum
disampaikan ke peserta tender, pihak pembocor menyampaikan kepada jaringan
tersebut.
Hasil audit forensik KordaMentha, mengindikasikan
secara faktual bahwa ada pertukaran informasi via e-mail dari para pegawai yang
berkomunikasi dengan vendor, ketidakefisienan rantai suplai berupa mahalnya
harga crude dan produk yang dipengaruhi kebijakan Petral dalam proses
pengadaan, ada juga pengaturan tender MIGAS dan kelemahan pengendalian HPS,
terjadi anomali dalam pengadaan minyak pada 2012-2014.
Berdasarkan temuan lembaga auditor KordhaMentha,
jaringan mafia minyak dan gas (migas) menguasai kontrak suplai minyak senilai
US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250 triliun selama tiga tahun.
2. PERTAMINA JAMIN PRAKTIK PETRAL
TAK TERULANG
Direktur Utama Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto
menjamin bahwa praktik yang pernah dilakukan Petral tidak akan terulang.
Pertamina secara resmi membubarkan Petral per 1 Februari 2016 berikut dua anak
usahanya lebih dulu dibubarkan lebih dulu, yakni PES (Pertamina Energy
Services, di Singapura) dan Zambesi Ltd (Hongkong) pada 17 Desember 2015.
Pembubaran PES masih menunggu penyelesaian
utang-piutang dengan perusahaan rekan-rekan. Namun, tak diketahui secara pasti
berapa besaran utang-piutang yang harus diselesaikan tersebut. Secara
keseluruhan berdasarkan hasil audit, asset Petral berupa utang dagang sebanyak
200 juta dollar AS. Utang dagang itu berasal dari penjualan minyak mentah dan
BBM kepada Pertamina selaku induk usaha Petral.
Terkait karyawan Petral yang terindikasi terlibat
praktik mafia migas, sudah ada enam orang yang dinonaktifkan. Keenam orang
tersebut menempati jabatan setingkat manajer dan sudah diperiksa oleh komisi
pemberantasan korupsi (KPK). Mengenai tindak lanjut secara hukum, keenam orang
tersebut sepenuhnya sudah diserahkan ke KPK untuk ditindaklanjuti. Hasil audit forensik
terhadap Petral yang dilakukan auditor independen juga sudah diserahkan ke KPK
pada Oktober 2015 lalu.
Pembubaran Petral adalah rekomendasi dari Tim
Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang dipimpin Faisal Basri.
Berdasarkan penyelidikan tim, ditengarai ada praktik inefiesiensi oleh Petral
dalam hal pengadaan serta jual beli minyak mentah dan BBM. Mata rantai
pengadaan saat ditangani Petral terlalu panjang dan tidak transparan (Dikutip
dari : Koran Kompas, Senin, 11 April 2016).
3. ANALISIS
KASUS

Praktik Petral yang ditaksir berlangsung selama
tiga tahun (2012-2014) merupakan tindakan yang merugikan negara (masyarakat)
karena tindakan tersebut tidak efisien dan transparan, berdasarkan hasil audit
forensik yang telah dilakukan.
Jelas, kasus ini tidak memberikan manfaat kepada
negara, akibat tindakan tersebut terlalu banyak mata rantai dalam pengadaan
serta jual beli minyak mentah dan BBM.

Pada kasus ini, Petral masih tetap memenuhi hak-hak negara dalam pengadaan minyak dan gas
(migas), serta BBM. Namun, rantai suplai yang terlalu panjang menyebabkan
Pertamina memperoleh harga minyak yang lebih mahal. Terlebih lagi, tindakan
Petral disinyalir terdapat jaringan yang membocorkan informasi, memunculkan
perhitungan harga, dan mengatur tender sehingga proses pengadaan minyak dan gas
menjadi tidak efisien.
Jika kasus ini tidak terjadi, seharusnya negara
memiliki hak-hak yang lebih efektif dalam kegiatan ekspor-impor minyak dan gas
(migas). Mata rantai pengadaan saat ditangani Petral terlalu panjang dan
terindikasi terlibat praktik mafia yang berdampak negatif kepada negara.
Namun, setelah ditindaklanjuti oleh KPK serta
ditutupnya Petral dan dua anak usahanya menjadi kabar baik untuk menjamin
hak-hak masyarakat ke depannya. Diharapkan kegiatan ekspor-impor lebih efisien
dan mencegah keterlibatan mafia di dalam
maupun di luar negeri.

Dalam kasus Petral, adanya pihak ketiga yang
memperpanjang informasi, perhitungan harga, dan mengatur tender merupakan
tindak ketidakadilan dalam pengadaan minyak dan gas (migas). Sebelum
disampaikan ke peserta tender, pihak pembocor menyampaikan kepada jaringan
tersebut dan harga yang diterima oleh Pertamina cenderung lebih mahal.
Namun, Pertamina
telah berlaku adil dalam merespon kasus Petral dengan menonaktifkan keenam
karyawan setingkat manajer yang terindikasi melakukan pelanggaran praktik
Petral tersebut. Kemudian, pembubaran Petral yang direkomendasikan oleh Tim
Reformasi Tata Kelola Minyak dan Gas Bumi yang dipimpin Faisal Basri adalah
tindakan tepat untuk memutus mata rantai kebobolan pengadaan migas.

Perilaku melanggar kode etik operasional
ekspor-impor minyak dan gas (migas) tidak konsisten terhadap tanggung jawab pemeliharaan
di dalam organisasi. Sebagai perusahaan milik negara yang berlokasi di luar
negeri tentu memiliki tanggung jawab dalam pengadaan minyak dan gas yang
efisien dan konsisten. Pertamina sebagai
penyedia migas harus konsisten terhadap anak perusahaan yang dijembataninya dan
tidak lepas dalam pengawasan agar kerja organisasi dapat dipertanggungjawabkan.
Ø Apakah
ada faktor yang menyebabkan kriteria tidak terpenuhi sehingga dapat dimaklumi ?
Terdapat
faktor yang menyebabkan kriteria tidak terpenuhi, antara lain :
§ Adanya
inefesiensi dalam pengadaan minyak dan gas (migas).
§ Pertamina
memperoleh harga yang relatif lebih mahal
§ Terlibatnya
enam karyawan dalam praktik Petral
§ Pengadaan
minyak dan gas (migas) tidak transparan
§ Berdasarkan
temuan lembaga auditor KordhaMentha, jaringan mafia minyak dan gas (migas)
menguasai kontrak suplai minyak senilai US$ 18 miliar atau sekitar Rp 250
triliun selama tiga tahun.
Ø Apakah
kriteria yang terpenuhi lebih penting dibandingkan kriteria lain?
Salah satu kriteria yang tetap
terpenuhi adalah pemenuhan hak. Petral masih tetap menyediakan minyak dan gas
kepada Pertamina selama kegiatan tersebut berlangsung. Namun, kriteria ini
tidak dapat ditolerir karena adanya permainan harga minyak dan gas yang
melibatkan enam karyawan (setingkat manajer) ikut dalam pengadaan minyak yang
disinyalir terjaring mafia dalam pengelolaannya.
Ø Apakah
ada faktor diluar kemampuan organisasi yang menyebabkan sebagian kriteria tidak
terpenuhi ?
Terdapat faktor diluar kemampuan organisasi yang
menyebabkan sebagian kriteria tidak terpenuhi, antara lain :
§ Petral
tidak mampu memelihara konsistensi dan tanggung jawab kepercayaan dalam
mengadakan kegiatan ekspor-impor minyak dan gas kepada Pertamina. Dalam hal
ini, pihak Pertamina menjamin kegiatan serupa tidak akan terulang.
§ Kegiatan
yang dilakukan Petral semakin merugikan negara apabila tidak dilakukan
pemeriksaan dan tindakan hukum oleh KPK.
§ Jaringan
yang disinyalir terlibat mafia yang pada umumnya tidak transparan menyebabkan
praktik ini tidak ditindaklanjuti selama tiga tahun berlangsung (2012-2014).
Berdasarkan
analisis diatas, terdapat satu kriteria yang terpenuhi namun,
kegiatan yang dilakukan Petral tidak dapat ditolerir karena kasus tersebut
melanggar etika dalam organisasi atau TIDAK
ETIS.
Akan
tetapi, proses tindak lanjut yang dilakukan dengan pembubaran Petral, PES, dan
Zambesi Ltd merupakan tindakan tepat dalam pemutusan mata rantai mafia minyak
dan gas (migas) yang diharapkan dapat memberikan dampak dinamis dalam pengadaan
minyak dan gas, serta jual beli BBM demi mengutamakan kepentingan negara.
II. BUPATI OGAN
ILIR MENGGUNAKAN NARKOBA
1.
PENGGUNA
DAN PENGEDAR NARKOBA BUPATI OGAN ILIR
Seorang Bupati muda berusia 28 tahun Ahmad Wazir
Nofiadi digerebek BNN karena tersangkut narkoba. AWN ditangkap bersama empat
temannya saat sedang pesta narkoba dikediamannya di Jalan Musyawarah, Kelurahan
Karang Jaya, Palembang, Sumsel.
AWN ditangkap dan dibawa ke kantor BNN di cawang,
Jakarta Timur. Namun AWN tidak diborgol dikarenakan jabatannya sebagai kepala
daerah. Petugas BNN juga belum mendapat keterangan memgenai kasus tersebut
karena kondisi AWN yang belum memungkinkan akibat mengkonsumsi obat-obatan
terlarang.
Padahal, dalam masa pemilihannya AWN mempunyai
misi meningkatkan mutu kesehatan
masyarakat ini patut dipertanyakan. Selain itu, Parpol yang mengusung AWN
mengaku melihat calon yang diusung dari visi misi mereka tidak menilai sampai
rinci. Walaupun, dilakukan tes kesehatan, hasilnya langsung disampaikan kepada
KPUD tanpa melewati Parpol.
Setelah
dilakukan penindakan oleh BNN atas kasus ini, pada akhirnya AWN disematkan
sebagai tersangka pengguna dan pengedar narkoba. Berdasarkan keputusan BNN,
Mendagri bertindak tegas dengan langsung memberhentikan AWN sebagai Bupati Ogan
Ilir. Bupati yang baru pun telah dilantik oleh Gubernur Sumsel, Alex Noerdin.
2. ANALISIS KASUS

Tindakan
yang dilakukan oleh Bupati Ogan Ilir, Ahmad Wazir Nofiadi tidak hanya melanggar
etika namun, tindakan tersebut merupakan pelanggaran hukum pidana sebagai
pengguna dan pengedar narkoba. Sebagai tersangka, AWN telah merugikan banyak
pihak terutama dalam sangkut paut pengedaran narkoba di daerah. Tak hanya
merugikan orang lain, AWN telah merugikan dirinya sendiri dan keluarganya
dengan menggunakan narkoba. AWN telah mencoreng citra ayahnya yang dulunya
seorang mantan bupati.

Sebagai
seorang pejabat, AWN sudah sepatutnya memenuhi hak-hak masyarakat di daerahnya.
Tetapi, dengan kasus yang terjadi dan diberhentikan dari jabatannya AWN tidak
dapat melaksanakan misinya sebagai kepala daerah. Namun, setelah diberhentikan
oleh Mendagri dan posisinya digantikan, masyarakat masih memiliki harapan untuk
lebih baik kedepannya.
AWN
yang tergolong berusia muda seharusnya lebih banyak mempunyai pemikiran kedepan
dan rencana-rencana untuk membangun daerahnya. Sayangnya, tindakan AWN telah
menggugurkan apresiasi masyarakat yang memilihnya untuk memiliki kepala daerah
yang memegang amanat, jujur, dan berdedikasi.

Kegiatan
menggunakan dan mengedar narkoba adalah perbuatan ketidakadilan yang merugikan
negara serta masyarakat daerah tersebut. Selain ada pihak-pihak lain yang ikut
menggunakan narkoba, alih-alih kedudukan AWN menjadi kepala daerah dijembatani
oleh ayahnya yang dulu menjadi bupati. Tidak adil bagi masyarat jika pemimpin
mereka adalah seorang tersangka kasus narkoba. Padahal, mungkin saja dalam masa
pemilihan kepala daerah ada calon lain yang dapat memegang amanat masyarakat.
Dalam
proses penindaklanjutan kasus ini, keputusan Mendagri tegas dan memberikan
keadilan bagi para pelaku dan masyarakat agar terciptanya pemerintahan yang
bersih dari narkoba. AWN telah mendapat hukuman pidana atas perbuatannya dan
masyarakat dapat mengirup nafas lega atas dinonaktifkannya Bupati mereka.

Dalam
catatan pemerintahan, kasus AWN merupakan kasus pertama seorang kepala daerah
menggunakan dan mengedarkan narkoba. Tindakan ini telah mencoreng konsistensi
dan tanggung jawab kepala daerah. Maka, pemecatan AWN dari jabatannya dapat
menjaga kembali pemeliharaan di dalam pemerintahan daerah.
Berdasarkan
analisis diatas, Kasus Kepala Daerah Ogan Ilir tercatat sebagai tindak
pelanggaran narkoba pertama sebagai kepala daerah. Tindakan yang dilakukan AWN
tidak memenuhi satu kriteria pun karena tindakan tersebut tidak hanya melanggar
kode etik juga melanggar hukum pidana yang berlaku. Maka, dapat disimpulkan
bahwa tindakan AWN adalah TIDAK ETIS.
Adapun
proses penggerebekan, pemeriksaan, dan pemberhentian AWN sebagai kepala daerah
adalah tindakan tegas yang dilakukan pemerintah untuk menjaga lingkungan
permerintahan dari jaringan pengedar dan penggunaan narkoba.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar