BAB I
PENDAHULUAN
Telah kita lewati beberapa pembahasan
mengenai pasar monopoli dan monopsoni. Selanjutnya, dalam makalah ini akan
diuraian mengenai tiga topik pembahasan yaitu :
1.
Pasar Oligopoli
Suatu
kondisi pasar yang hanya ada sedikit perusahaan atau produsen yang
masing-masing mempunyai kekuatan cukup besar untuk mempengaruhi harga pasar.
Terdapat beberapa karakteristik pasar oligopli, dan dua tipe perusahaan
oligopoli yaitu oligopoly yang bersifat kooperatif dan non-kooperatif.
2. Pasar Persaingan Monopolitis
Akan
dibahas mengenai karakteristik pasar persaingan monopolistis dan juga
keseimbangan perusahaan jangka pendek maupun jangka panjang.
3. Pasar
Input
Biasa
disebut dengan pasar faktor produksi. Terdapat konsep-konsep dasar, bagaimana
faktor-faktor pasar input yang menentukan permintaan, serta keseimbangan pasar
input baik persaingan sempurna maupun tidak sempurna.
Dari beberapa topik bahasan
dalam makalah ini, kami berharap makalah ini dapat menambah wawasan para
pembaca dalam memahami ketiga jenis pasar yang akan dibahas serta memberikan
manfaat agar dapat memperlajari mata kuliah mikroekonomi lebih dalam lagi.
BAB II
PASAR OLIGOPOLI
A.
KARAKTERISTIK PASAR OLIGOPOLI
Struktur pasar atau
industry oligopoly (oligopoly) adalah pasar (industri) yang terdiri atas hanya
sedikit perusahaan (produsen). Setiap perusahaan memiliki kekuatan (cukup)
besar untuk memengaruhi harga pasar. Produk dapat homogen atau terdiferensiasi.
Perilaku setiap perusahaan akan memengaruhi perilaku perusahaan lainnya dalam industri.
Ini berarti kondisi pasar oligopoli mendekati kondisi pasar monopoli. Seorang
oligopolies memperkirakan permintaan juga tergantung pada reaksi apa yang akan
dilakukan lawan-lawannya terhadap perubahan harga yang diambil. Ini memang
sulit diramalkan, tetapi penting bagi kita untuk bisa membuat kurva
permintaannya.
Dari definisi di atas
dapat dilihat beberapa unsure penting (karakter) pasar oligopoli :
1. Hanya terdapat sedikit
perusahaan dalam industri.
2. Produknya homogen atau
terdiferensiasi.
3. Pengambilan keputusan yang
saling mempengaruhi.
4. Kompetisi non harga.
B.
PERUSAHAAN
OLIGOPOLY YANG BERPRILAKU NON-KOOPERATIF
Perusahaan-perusahaan oligopoly yang
berprilaku non-kooperatif tidak mengakomodasi perubahan-perubahan harga dari
perusahaan lain, dengan demikian diantara perusahaan-perusahaan oligopoly yang
berprilaku non-kooperatif itu saling terjadi persaingan antara perusahan satu
dengan lainnya. Sebagai misal, apabila perusahaan pesaing yang satu
meningkatkan harga jual produk, perusahaan yang lain akan mempertahankan harga
jual produk sejenis agar dapat meningkatkan penjualan terhadap produk itu dalam
pasar oligopoly. Perusahaan-perusahaan oligopoly yang berprilaku non-kooperatif
berkompetisi tidak hanya dalam hal harga jual produk, tetapi juga dalam faktor-faktor
bukan harga seperti : promosi dalam iklan, kualitas produk, saluran distribusi
pemasaran, pelanyanan purna jual, dan lain-lain.
Dalam
pasar oligopoly dimana perusahaan-perusahaan saling berkompetisi atau
berprilaku non-kooperatif, bentuk kurva permintaan pasar oligopoly akan sulit
digambarkan secara tepat. Hal ini disebabkan karena apabila suatu perusahaan
oligopoly ingin mengubah harga produk, perusahaan-perusahaan pesaing akan
menanggapi perubahan harga itu dengan mengubah kebijaksanaan harga yang
menguntungkan perusahaan pesaing itu. Dengan demikian suatu perusahaan
oligopoly tidak pernah mengetahui secara tepat bagaimana perusahaan pesaing
akan bereaksi, sehingga menyebabkan manajer yang bekerja pada perusahaan
oligopoly yang berprilaku non-kooperatif hanya dapat menduga kurva permintaan
dan penerimaan marjinal dari perusahaan sendiri melalui pengumpulan data
permintaan produk.
C.
PERUSAHAAN
OLIGOPOLY YANG BERPRILAKU KOOPERATIF
Perusahaan-perusahaan
oligopoly yang memproduksi produk homogeny murni atau produk diferensiasi yang
berprilaku kooperatif pada umumnya membentuk kartel untuk mengendalikan pasar
melalui pengaturan output produksi dan penetapan harga secara bersama-sama agar
memaksimumkan keuntungan eknomis dari kartel itu. Perusahaan-perusahaan yang
berkerja sama (kooperatif) secara diam-diam dalam pasar oligopoly yang tidak
melibatkan suatu kesepakatan eksplisit disebut juga sebagai kolusi diam-diam
(tacit collusion).
Sebagai
contoh dari bentuk kolusi diam-diam ini berupa adanya kesepakatan yang tidak
diungkapkan secara terbuka di antara perusahaan-perusahaan dalam pasar
oligopoly untuk membagi daerah pemasaran. Sering terlihat bahwa
perusahaan-perusahaan dalam pasar oligopoly itu bertindak secara bersama-sama
dalam mengubah model produknya pada waktu yang sama, disertai dengan penetapan
harga yang tidak bervariasi jauh.
Kartel
terbuka merupakan suatu kelompok perusahaan yang memproduksi produk, umumnya
homogeny, meskipun dapat berupa produk diferensiasi, yang memiliki manajemen
terpusat (seperti secretariat jenderal OPEC) yang disepakati bersama dan
berfungsi untuk menentukan harga kartel yang sama, selanjutnya berdasarkan hal
itu baru ditentukan harga kartel. Penentuan harga kartel dan output kartel yang
harus diproduksi menggunakan prinsip keseimbangan harga kartel yang
memaksimumkan harga kartel, dimana MR = MC, disini MR adalah penerimaan
marjinal sedangkan MC adalah biaya kartel.
Apabila
kelompok manajemen kartel itu telah menetapkan harga kartel dan output kartel
yang memaksimumkan keuntungan kartel, langkah selanjutnya adalah bagaimana
mengalokasikan output kartel itu di antara perusahaan-perusahaan yang menjadi
anggota kartel. Pada umumnya alokasi dilakukan dengan menggunakan metode
pembagian pasar atau yang popular disebut sebagai kouta produksi. Secara
konseptual pembagian pasar atau kouta produksi dapat dilakukang dengan
menggunakan konsep biaya marjinal (MC) dari masing-masing perusahaan anggota
kartel itu, dimana harus diusahakan agar biaya marjinal dari semua perusahaan
adalah sama agar prinsip memaksimumkan keuntungan kartel dapat dipenuhi.
BAB III
PASAR PERSAINGAN
MONOPOLISTIS
A.
KARAKTERISTIK PASAR PERSAINGAN MONOPOLISTIS
Pada umumnya struktur
pasar persaingan monopolistis hampir sama dengan persaingan sempurna. Di dalam
industry terdapat banyak perusahaan yang bebas (mudah) keluar-masuk. Namun
produk yang dihasilkan tidak homogen, melainkan terdiferensiasi (differentiated product). Akan tetapi,
perbedaan barang antara satu produk (merek) dengan produk (merek) yang lain
tidak terlalu besar. Diferensiasi ini mendorong perusahaan untuk melakukan
persaingan nonharga. Walaupun demikian output yang dihasilkan sangat mungkin
saling menjadi subtitusi. Perusahaan memiliki kemampuan monopoli yang relatif
terbatas/kecil.
Tiga karakteristik
pasar persaingan monopolistis, antara lain :
1.
Produk yang
terdiferensiasi (Differentiated Product)
Maksudnya adalah produk dapat dibedakan
oleh konsumen dengan melihat siapa produsennya, yaitu menjadi pertimbangan
siapa produsennya. Barang-barang tersebut dapat diperbedakan oleh kualitas
barangnya, model, bentuk, warna, bahkan oleh kemasan, merek, dan pelayanannya.
2.
Jumlah produsen
banyak dalam industry
Jumlah perusahaan (produsen) dalam
pasar persaingan monopolistis banyak. Di Indonesia dapa dilihat dari begitu
banyaknya merek pakaian, dan sepatu. Banyaknya perusahaan menyebabkan keputusan
perusahaan tentang harga dan output tidak perlu harus memperhitungkan reaksi
perusahaan lain dalam industry (independence decision of price and output),
karena setiap perusahaan menghadapi kurva permintaannya masing-masing.
3.
Mudah masuk dan
keluar ( Free Entry and Exit)
Laba super normal yang dinikmati perusahaan
mengundang perusahaan pendatang untuk memasuki industry. Jika mereka mampu
bertahan, dalam jangka panjang dapat mengalahkan perusahaan yang lain. Tetapi
jika kalah mereka harus keluar, agar kerugian tidak menjadi lebih besar. Sama
halnya dalam pasar persaingan sempurna, dalam pasar persaingan monopolistis
proses masuk-keluar akan terhenti bila semua perusahaan hanya memperoleh laba
normal.
B.
KESEIMBANGAN PERUSAHAAN JANGKA PENDEK DAN JANGKA
PANJANG
Perusahaan
mencapai keseimbangan dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka
pendek perusahaan dapat menikmati laba super normal. Sedangkan, dalam jangka
panjang hanya menikmati laba normal.
1.
Keseimbangan Perusahaan
dalam Jangka Pendek
Keseimbangan jangka
pendek perusahaan tercapai bila MR =MC. Karena memiliki daya monopoli, walau
terbatas, kondisi keseimbangan perusahaan yang bergerak dalam persaingan
monopolistis sama dengan perusahaan yang bergerak dalam pasar monopoli.

Diagram 10.2
menunjukkan perusahaan mencapai laba maksimum pada saat MR = MC di titik E.
Sama halnya dengan perusahaan monopolis, harga jauh lebih besar dari biaya
marjinal (P>MC). Tetapi kemampuan eksploitasi laba relative terbatas, karena
kurva permintaan yang dihadapi sangat landai. Laba super normal yang dinikmati
perusahaan sebesar luas segi empat APBC, di mana harga adalah P dan jumlah
output yang diproduksi Q*.
2.
Keseimbangan
Perusahaan dalam Jangka Panjang
Dibandingkan dengan
pasar monopoli, persaingan monopolistic masih lebih baik dilihat dari lebih
kecilnya total kesejahteraan yang hilang. Namun tetap kurang efisien dibanding
pasar persaingan sempurna. Ada dua penyebab mengapa pasar persiangan
monopolistic tidak dapat efisien dibanding pasar persaingan sempurna.
a.
Harga Jual
Masih Lebih Besar dari Biaya Marginal (P>MC)
Karena memiliki daya
monopoli, perusahaan dalam persaingan monopolistis mmapu membebankan harga jual
yang lebih tinggi dari biaya marginal (P>MC). Namun demikian karena kurva
permintaan yang dihadapi sangat elastic, maka selisih harga dan biaya marginal
tidak sebesar dalam perusahaan monopolitis.
b.
Kapasitas
Berlebih (Excess Capacity)
Telah dinyatakan,
karena sangat mudahnya perusahaan untuk keluar dan masuk, dalam jangka panjang
perusahaan yang beroperasi dalam pasar persaingan monopolistis hanya menikmati
laba normal. Keadaan tersebut dapat digambarkan kembali dalam diagram berikut
ini :

Pada saat berada dalam
keseimbangan jangka panjang (titik A), perusahaan sebenarnya tidak berproduksi
pada tingkat yang paling efisien , sebab titik A bukan titik terendah pada
kurva biaya rata-rata (AC). Jika perusahaan ingin memproduksi pada AC yang
paling rendah, output harus ditambah sampai sejumlah Qb. Tetapi jika output
melebihi Qa (output keseimbangan), penambahan output hanya menurunkan laba
(bahkan merugi) karena penerimaan marginal lebih kecil dari biaya marginal (MR
< MC). Dapat disimpulkan, dalam jangka panjang perusahaan yang bergerak
dalam pasar persaingan monolpolistis akan mengalami kelebihan kapasitas
produksi (Excess Capacity).
BAB IV
PASAR INPUT
Keseimbangan
perusahaan dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi produksi dan sisi penggunaan
faktor produksi (input). Dalam upaya mencapai laba maksimum atau kerugian
minimum, jumlah output yang diproduksi dan tingkat harga yang ditetapkan
tergantung pada posisi perusahaan dalam pasar. Tetapi perusahaan hanya akan
mencapai kondisi optimum bila alokasi penggunaan faktor produksi (input) juga
efisien.
A.
KONSEP DASAR PASAR INPUT
1.
Faktor Produksi
sebagai Permintaan Turunan (Derived Demand)
Permintaan terhadap suatu
barang dikatakan sebagai permintaan turunan (derived demand) bila permintaan
terhadap barang tersebut sangat tergantung pada permintaan terhadap barang
lain. Bahan bakar minyak (BBM) dikatakan permintaan turunan, karena permintaan
terhadapnya sangat tergantung pada permintaan mobil.
Demikian halnya dengan
tenaga kerja dan tanah. Permintaan terhadap tenaga kerja sangat tergantung pada
permintaan terhadap barang atau jasa. Makin besar permintaan terhadap barang
dan jasa, makin besar permintaan terhadap tenaga kerja yang digunakan dalam
proses produksi. Permintaan tanah juga berbanding sama pada permintaan missal
jasa gedung perkantoran.
2.
Faktor Produksi
Subtitusi dan Komplemen (Subtitutable and Complement Input)
Hubungan antar faktor
produksi dikatakan bersifat subtitusi bila penambahan penggunaan faktor
produksi yang satu mengurangi penggunaan faktor produksi yang lain. Mesin
merupakan subtitusi tenaga kerja (manusia). Sebaliknya mesin dan tenaga kerja
dapat memiliki hubungan yang bersifat komplemen, bila penambahan penggunaan
mesin menambah penggunaan tenaga kerja.
3.
Hukum
Pertambahan Hasil Yang Makin Menurun (Law of Diminishing Return)
Sama halnya dengan
konsumsi, penambahan penggunaan faktor produksi pada awalnya juga memberikan
tambahan hasil yang besar, namun makin lama dengan tingkat pertambahan yang
makin menurun. Misalnya dalam proses pengolahan lahan untuk penanaman palawija.
4.
Efek Subtitusi
dan Efek Output (Subtitution dan Output Effect)
Analisis efek
subtitusi dalam pasar faktor produksi, analogis dengan efek subtitusi pada
teori perilaku konsumen. Jika terjadi kenaikan harga sebuah faktor produksi,
maka penggunaan input tersebut dikurangi. Untuk menjaga tingkat output (pada
isokuan yang sama), perusahaan menggunakan lebih banyak faktor produksi lain
yang harganya relatif lebih murah.
Analisis efek output
atau efek skala produksi, analogis dengan efek pendapatan. Suatu faktor
produksi dikatakan normal, jika penambahan skala produksi menambah penggunaan
faktor produksi tersebut. Sebaliknya faktor produksi dikatakan inferior, bila
penambahan skala produksi justru mengurangi penggunaan faktor produksi.
B.
FAKTOR-FAKTOR YANG MENENTUKAN PERMINTAAN
Berdasarkan
uraian diatas, sebenarnya telah dapat disimpulkan beberapa faktor yang
memengaruhi permintaan terhadap faktor produksi, yaitu sebagai berikut :
1.
Harga Faktor
Produksi (Harga Input)
Yang termasuk harga
faktor produksi adalah upah dan gaji untuk tenaga kerja atau sewa untuk barang
modal dan tanah. Jika faktor produksi bersifat normal, makin murah harganya,
makin besar jumlah yang diminta. Dalam kasus khusus, turunnya harga faktor
produksi justru menurunkan jumlah yang diminta (inferior). Atau pada saat
harganya naik, permintaannya justru meningkat (analogis barang Giffen).
2.
Permintaan
Terhadap Output
Makin besar skala
produksi, makin besar permintaan terhadap input. Kecuali input tersebut telah
bersifat inferior.
3.
Permintaan
Terhadap Faktor Produksi Lain.
Misalnya, permintaan
terhadap faktor produksi subsitutif (mesin) meningkat, maka permintaan terhadap
tenaga kerja menurun. Bila tenaga kerja dan mesin mempunyai hubungan komplemen,
meningkatnya permintaan terhadap mesin meningkatkan permintaan terhadap tenaga
kerja.
4.
Harga Faktor
Produksi Yang Lain.
Pengaruh perubahan
harga suatu faktor produksi terhadap permintaan faktor input lainnya sangat
berkaitan dengan sifat hubungan antar faktor produksi. Permintaan terhadap
suatu faktor produksi akan meningkat, bila harga faktor produksi subtitusinya
makin mahal. Permintaan pada input akan menurun, jika harga input komplemennya
makin mahal.
5.
Kemajuan
Teknologi
Kemajuan teknologi
dapat menambah atau mengurangi permintaan terhadap faktor produksi. Jika
kemajuan teknologi meningkatkan produktivita maka permintaan terhadap faktor
produksi meningkat. Kemajuan teknologi yang menurunkan permintaan tenaga kerja,
bila hubungan keduanya subtitutif.
C.
KESEIMBANGAN PASAR INPUT PERSAINGAN SEMPURNA DAN
TIDAK SEMPURNA
1.
Pasar Tenaga
Kerja Berstruktur Persaingan Sempurna
Dalam pasar tenaga
kerja persaingan sempurna, pembeli (perusahaan) maupun penjual (pemilik faktor
produksi atau tenaga kerja) tidak dapat memengaruhi harga pasar.
a.
Permintaan
Tenaga Kerja dalam Model Satu Macam Faktor Produksi Variabel (One Variable Input Model).
Model permintaan
tenaga kerja dalam satu macam faktor produksi variabel mengamsusikan hanya
tenaga kerja yang dapat diubah-ubah jumlah penggunaannya.
MRPL
= MP x P à
Kurva MRPL = Kurva MP x
P

2.
Pasar Tenaga
Kerja Berstruktur Monopoli
Tenaga kerja dapat
memiliki daya monopoli faktor produksi, misalnya dengan membentuk serikat
pekerja (labour union). Dengan adanya monopoli, serikat pekerja dapat
menentukan beberapa tingkat upah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar